Rabu, 27 Januari 2010

RUH DAN JIWA (AR-RUH DAN AN-NAFS)


Banyak  ulama yang menyamakan pengertian antara 
ruh dan jasad.Ruh berasal dari alam arwah  dan  
memerintah dan  menggunakan jasad  sebagai  alatnya.  
Sedangkan  jasad  berasal  dari alam
ciptaan, yang dijadikan dari unsur materi.  
Tetapi  para  ahli
sufi  membedakan  ruh  dan jiwa. Ruh berasal dari 
tabiat Ilahi dan cenderung kembali ke asal semula.  
Ia  selalu  dinisbahkan kepada Allah dan 
tetap berada dalam keadaan suci.

Karena  ruh  bersifat kerohanian dan selalu suci, maka setelah
ditiup Allah dan berada dalam jasad, ia  tetap  suci.  Ruh  di
dalam  diri  manusia  berfungsi sebagai sumber moral yang baik
dan mulia. Jika ruh merupakan sumber  akhlak  yang  mulia  dan
terpuji,  maka  lain  halaya  dengan  jiwa. Jiwa adalah sumber
akhlak tercela, al-Farabi, Ibn  Sina  dan  al-Ghazali  membagi
jiwa   pada:   jiwa   nabati  (tumbuh-tumbuhan),  jiwa  hewani
(binatang) dan jiwa insani.
 
Jiwa nabati adalah kesempurnaan awal  bagi  benda  alami  yang
organis  dari  segi  makan, tumbuh dan melahirkan. Adapun jiwa
hewani,  disamping  memiliki  daya  makan  untuk  tumbuh   dan
melahirkan,  juga  memiliki daya untuk mengetahui hal-hal yang
kecil  dan  daya  merasa,  sedangkan  jiwa  insani   mempunyai
kelebihan dari segi daya berfikir (al-nafs-al-nathiqah).
 
Daya    jiwa    yang    berfikir   (al-nafs-al-nathiqah   atau
al-nafs-al-insaniyah). Inilah, menurut para filsuf  dan  sufi,
yang  merupakan  hakekat atau pribadi manusia. Sehingga dengan
hakekat, ia  dapat  mengetahui  hal-hal  yang  umum  dan  yang
khusus, Dzatnya dan Penciptaannya.
 
Karena  pada  diri  manusia  tidak  hanya memiliki jiwa insani
(berpikir), tetapi juga jiwa  nabati  dan  hewani,  maka  jiwa
(nafs)  manusia  mejadi  pusat tempat tertumpuknya sifat-sifat
yang  tercela  pada  manusia.  Itulah  sebabnya  jiwa  manusia
mempunyai sifat yang beraneka sesuai dengan keadaannya.
 
Apabila  jiwa  menyerah  dan  patuh  pada  kemauan syahwat dan
memperturutkan ajakan syaithan,  yang  memang  pada  jiwa  itu
sendiri  ada  sifat  kebinatangan,  maka  ia disebut jiwa yang
menyuruh berbuat jahat. Firman Allah, "Sesungguhnya jiwa  yang
demikian itu selalu menyuruh berbuat jahat." (QS. 12: 53)
 
Apabila  jiwa  selalu  dapat menentang dan melawan sifat-sifat
tercela, maka ia disebut jiwa pencela, sebab ia selalu mencela
manusia  yang  melakukan  keburukan dan yang teledor dan lalai
berbakti kepada Allah. Hal ini ditegaskan oleh-Nya,  "Dan  Aku
bersumpah dengan jiwa yang selalu mencela." (QS. 75:2).
 
Tetapi  apabila  jiwa  dapat  terhindar dari semua sifat-sifat
yang tercela, maka ia berubah jadi jiwa yang  tenang  (al-nafs
al-muthmainnah).  Dalam  hal  ini  Allah menegaskan, "Hai jiwa
yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan rasa  puas  lagi
diridhoi,  dan masuklah kepada hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke
dalam Surga-Ku." (QS. 89:27-30)
 
Jadi, jiwa mempunyai tiga buah sifat, yaitu  jiwa  yang  telah
menjadi  tumpukan  sifat-sifat  yang  tercela, jiwa yang telah
melakukan perlawanan pada sifat-sifat tercela, dan  jiwa  yang
telah  mencapai  tingkat kesucian, ketenangan dan ketentraman,
yaitu jiwa muthmainnah. Dan jiwa muthmainnah inilah yang telah
dijamin Allah langsung masuk surga.
 
Jiwa  muthmainnah  adalah  jiwa yang selalu berhubungan dengan
ruh. Ruh bersifat Ketuhanan sebagai  sumber  moral  mulia  dan
terpuji,  dan  ia  hanya  mempunyai  satu  sifat,  yaitu suci.
Sedangkan jiwa mempunyai beberapa sifat yang ambivalen.  Allah
sampaikan,    "Demi    jiwa   serta   kesempurnaannya,   Allah
mengilhamkan jiwa pada keburukan dan ketaqwaan."  (QS.91:7-8).
Artinya,  dalam  jiwa  terdapat potensi buruk dan baik, karena
itu jiwa terletak pada perjuangan baik dan buruk.


1 komentar:

  1. Ar Ruh pada umumnya diartikan nyawa, jiwa sukma atau nafs(un) (Indonesia: nafas,nafsu). Zaman Rasulullah, Ar Ruh sudah menjadi pembicaraan. QS17:85, Artinya: "Mereka bertanya padamu (Muhammad) ttg ruh,jawablah: bahwa ruh itu urusan Tuhanku, apa yg Tuhan berikan kpd kalian (ttg ruh) itu sangat sedikit". Ruh yg dimaksud di sini adalah wahyu.21 kali Al quran menyebut kata ruh, namun satupun tidak mengacu kepda arti jiwa, nyawa atau nafs. Lihat (a.l.)QS97:4.

    BalasHapus